KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, karunia serta nikmat-Nya
kepada kita semua khususnya pada diri penulis sehingga penulisan makalah ini
telah diselesaikan. Sholawat serta salam tak lupa pula kami curahkan kepada
Nabi Muhammad SAW serta keluarga, sahabat dan pengikutnya yang senantiasa
menjaga dan melaksanakan perintah agama sebagaiman Rasul memberikan pengajaran
kepada umatnya, yang semata-mata adalah memberikan cahaya islam kedalam
kehidupan manusia.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
………………………………………………………. ……..ii
BAB I (
PENDAHULUAN)…………………………………………………………
A. LATAR BELAKANG…………………………………………………..
B. RUMUSAN MASALAH………………………………………………..
BAB II ( KAJIAN PUSTAKA
)…………………………………………………….
A. ILMU PENGETAHUAN……………………………………………….
B. TEKNOLOGI…………………………………………………………...
C. KEMISKINAN………………………………………………………….
BAB III ( STUDY KASUS/
PEMBAHASAN )…………………….......................
BAB IV ( PENUTUP )
A. ANALISA………………………………………………………………..
B. SOLUSI………………………………………………………………….
C. KESIMPULAN………………………………………………………....
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………….
LAMPIRAN…………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) adalah dua hal yang sudah tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia
pada masa sekarang ini. Dalam kehidupan yang begitu bergantung dengan
IPTEK. Iptek berkembang seiring dengan
kemajuan pemikiran manusia terhadap alam ini. Perkembangan IPTEK ini sangatlah berpengaruh terhadap peradaban manusia, baik
itu peradabannya menjadi sangat maju ataupun sebaliknya bertambah jauh
tertinggal dari peradaban yang lainnya. Untuk itulah jika diamati dengan
seksama maka terdapat hubungan yang sangat kuat antara IPTEK dengan kemiskinan
yang ada pada sebuah peradaban manusia.
Kemiskinan
sering menjadi topik yang dibahas dan diperdebatkan dalam berbagai forum
baik nasional maupun internasional, walaupun kemiskinan itusendiri telah muncul
ratusan tahun yang lalu. Kemiskinan merupakan suatu keadaan yang sering
dihubungkan dengan kebutuhan, kesulitan dan kekurangandalam berbagai keadaan
hidup. Perkembangan kondisi kemiskinan di suatu negara secara ekonomis
merupakan salah satu indikator untuk melihat perkembangan tingkat kesejahteraan
masyarakat. Oleh karenanya, dengan semakin menurunnya tingkat kemiskinan yang
ada maka dapat disimpulkan meningkatnya kesejahteraan masyarakat di suatu
negara.
Dalam
mewujudkan tujuan negara, pemerintah secara terus menerus telah melakukan
program pembangunan nasional. Dua sasaran utama yang selalu mendapat perhatian
dalam program pembangunan nasional adalah pengentasan kemiskinan dan penurunan
angka pengangguran. Pada masa pemerintahan ordebaru, upaya pemerintah untuk
menurunkan kemiskinan dan pengangguran dapat dikatakan cukup berhasil, namun
setelah terjadinya krisis moneter pada tahun 1996 angka kemiskinan dan
pengangguran meningkat kembali sehingga hasil kinerja terhadap dua sasaran
pembangunan tersebut, hasilnya belum menggembirakan.
B. Rumusan masalah.
1.
Bagaimana sejarah munculnya ilmu pengetahuan dan Teknologi(IPTEK) ?
2.
Bagaimana manusia mengembangkan IPTEK ?
3.
Bagaimana peran IPTEK dalam memisahkan strata (kelas) sosial ?
4.
Bagaimana IPTEK membuat suatu negara menjadi maju dan berkembang?
5.
Bagaimana dampak IPTEK terhadap globalisasi ?
BAB II
KAJIAN
PUSTAKA
A.
ILMU PENGETAHUAN.
Ilmu pengetahuan lazim
digunakan sebagai dalam pengertian sehari-hari, terdiri dari dua kata, ”ilmu”
dan” pengetahuan” yang masing - masing mempunyai identitas sendiri. Dalam
pembicaraan “pengetahuan” saja akan menghadapi berbagai masalah, seperti
kemampuan indera dalam memahami fakta pengalaman dan dunia relitas, hakikat
pengetahuan, kebenaran, kebaikan, membentuk pengetahuan dan sumber pengetahuan.
Keseluruhannya telah lama dipersoalkan oleh ahli filsafat seperti socrates,
plato, dan aristoteles dimana teori ilmu pengetahuan merupakan cabang atau
sistem filsafat. Oleh J.P Farrier dalam institutes of metaphiscs (1854),
pemikiran tentang teori pengetahuan itu disebut ”epistemologi”
(epistem=pengetahuan, logos=pembicaraan/ilmu).[1][1]
Ilmu pengetahuan dikalangan
ilmuan ada keseragaman pendapat, bahwa ilmu itu tersusun dari pengetahuan
secara teratur, yang diperoleh dengan pangkal tumpuan (objek) tertentu dengan
sistematis, metode, rasional/logis, empiris, umum, dan akumulatif. pengertian
pengetahuan sebagai istilah filsafat tidaklah sederhana karena bermacam - macam
pandangan dan teori (epistimologi), diantaranya pandangan aristoteles, bahwa
pengetahan merupakan pengetahuan yang dapat di inderai dan dapat merangsang
budi. menurut descartes ilmu pengetahuan merupakan serba budi. oleh bacon dan
david home diartikan sebagai pengalaman indera dan batin. Menurut immanuel kant
pengetahuan merupakan persatuan budi dan pengalaman. dari berbagai macam
pandangan tentang pengetahuan di peroleh sumbe-sumber pengetahuan berupa ide,
kenyatan, kegiatan akal-budi, pengalaman, sentesis budi atau meragukan karena
tak adanya sarana untuk mencapai pengetahuan yang pasti.[2][2]
Untuk membuktikan apakah isi
pengetahuan itu benar,perlu berpangkal pada teori-teori kebenaran pengetahuan.
Teori pertama bertitik tolak adanya hubungan dalil,dimana pengetahuan dianggap
benar apabila dalil(proposisi) itu mempunyai hubungan dengan dalil (proposisi)
yang terdahulu.kedua, pengetahuan itu benar apabila ada kesesuaian dengan
kenyataan, bahwa pengetahuan itu benar apabila mempunyai konsekuensi praktis
dalam diri yang mempunyai pengetahuan itu.
Banyaknya teori dan
pendapat tentang pengetahuan dan kebenaran mengakibatkan suatu definisi ilmu
pengetahuan akan mengalami kesulitan sebab, membuat suatu definisi dari definisi
ilmu pengetahuan yang dikalangan ilmuan sendiri sudah ada keseragaman pendapat,
Hanya akan merangkap dalam tautologies (pengulangan tanpa membuat kejelasan)
dan pleonasme atau mubazir saja.
Pembentukan ilmu akan
berhadapan dengan objek yang merupakan
bahan dalam penelitian, meliputi objek material sebagai bahan yang menjadi
tujuan penelitian bulat dan utuh, serta objek formal, yaitu sudut
pandangan yang mengarah kepada persoalan
yang menjadi pusat perhatian. Langkah-langkah
dalam memperoleh ilmu dan objek ilmu meliputi rangkaian kegiatan dan tindakan. Dimulai dengan
pengamatan, yaitu suatu kegiatan yang di arahkan kepada fakta yang mendukung apa yang dipikirkan untuk sistemasi,
kemudian menggolong-golongkan dan membuktikan dengan cara
berpikir analisis, sintesin, induktif dan deduktif. Yang terakhir ialah
pengujian kesimpulan dengan menghadapkan fakta-fakta sebagai upaya mencari
berbagai hal yang merupakan pengingkaran.
Untuk mencapai suatu
pengetahuan yang ilmiah dan objektif di perlukan sikap yang bersifat ilmiah.
Bukan membahas tujuan ilmu, melainkan mendukung dalam mencapai tujuan dalam
ilmu itu sendiri, sehingga benar-benar objektif, terlepas dari prasangka
pribadi yang bersifat subjektif. Sikap yang bersifat ilmiah itu meliputi empat
hal [3][3]:
a)
Tidak ada perasaan yang bersifat pamrih sehingga mencapai pengetahuan ilmiah
yang objektif.
b)
Selektif, artinya mengadakan pemilihan terhadap
problema yang dihadapi supaya didukung oleh fakta atau gejala, dan
mengadakan pemilihan terhadap hipotesis
yang ada.
c)
Kepercayaan yang lekang terhadap kenyataan yang tak dapat diubah maupun
terhadap alat indera dan budi yang
di gunakan untuk mencapai ilmu.
d) Merasa
pasti bahwa setiap pendapat, teori maupun
oksioma terdahulu telah mencapai kepastian, namun masih terbuka untuk
dibuktikan kembali.
Permasalahan ilmu pengetahuan
meliputi arti sumber, kebanaran pengetahuan, serta sikap ilmuan itu sendiri
sebagai dasar untuk langkah selanjutnya
ilmu pengetahuan itu sendiri mencakup ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial dan kemanusian,
dan sebagai apa yang di sebut generic
meliputi segala usaha penelitian dasar
dan terapan serta pengembangan. Penelitian dasar bertujuan utama menambah
pengatahuan ilmiah. Pengembangan diartikan
sebagai penggunaan sistematis dari pengetahuan yang di peroleh penelitian untuk keperluan produksi
bahan-bahan , cipta rencana sistem metode atau proses yang berguna tetapi yang
tidak mencakup produksi atau
engineering.
Dalam menerapkan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan tersebut,
perlu diperhatikan hambatah sosialnya. Bagaimana koteksnya dengan teknolagi dan kemungkinan untuk mewujudkan suatu perpaduan dan pertimbangan moral dan ilmiah.
Sebab manusia tidak selalu sadar dengan hal ini,dan manusia yang paling
sederhanapun hanya menerima informasi mengenai kemungkinan yang dihasilkan oleh penelitin-penelitian
sebelumnya.
Contoh sederhana tapi
mendalam terjadi pada masyarakat mistis.
Dalam masyarakat tersebut ada kesatuan dari pengetahuan (mitis ) dan perbuatan
(sosial), demikian pula hubungan sosial
di dalam suku dan kewajiban individu sudah terang, argumen ontologis, kalau
meminjam teori plato berteori tentang wujud dan hakikat yang ada. Keadaan
sekarang sudah berkambang sehingga manusia sudah mampu membedakan antara ilmu
pengetahuan(kebenaran) dan ilmu
etika(kebaikan). Maka yang pertama dipentingkan
bukan “apa” melainkan “bagaimana” dapat menghubungkan ilmu pengetahuan dengan etika dalam suatu sikap yang dapat dipertanggung
jawabkan[4][4].
Alasan lain untuk
mengintegrasikan kedua bidang tersebut ialah karena dalam
perkembangan-perkembangan ilmu modern, pengetahuan manusia telah mencapai lingkupnya yang paling luas, dimulai dengan
pikiran antologis, kemudian gauli, rahasia-rahasianya dimanfaatkan bagi
manusia. Timbul kesan seolah- olah pengetahuan ilmiah merupakan suatu tujuan tersendiri (ilmu demi
ilmu). Bahkan ada ilmu pengetahuan murni, jadi lepas dari apa yang ada di luar ruang lingkup ilmu,
lepas dari masyarakat dan hidup sehari-hari. Di sini manusia berhadapn dengan pertanyaan –pertanyaan
mengenali kebaikan dan kejahatan, kesadaran politik, nilai-nilai religius, dan
sebagainya. Oleh pandangan ini kaidah etis etis beserta lain-lainnya di cap
sebagai sosial akstra ilmiah (diluar dibidang ilmu).
Sekarang tidak dapat
netral dan bersikap netral lagi terhadap
ilmu penyelidikan ilmiah. Karena manusia hidup dalam suatu dunia, hasil ilmu
pengetahuan dapat membawa pada malapetaka yang belum pernah kita bayangkan sehingga
perlu etika ilmu pengetahuan sebagai satu-satunya jalan keluar. Lebih lanjut
diakui oleh filsafat modern, bahwa manusia dalam pekerjaan ilmiahnya tidak hanya bekerja dengan akal budinya,
melainkan dengan seluruh eksitensinya, dengan seluruh keadaannya, dengan
hatinya, dengan panca inderanya sehingga
manusia, dalam mengambil keputusannya, membuat pilihannya terlebih dahulu,
mendapapat pertimbangannya terlebih dahulu, mendapat pertimbangan dengan
pengajaran agama, dan nialai-nilai atau norma kesusilaan. Konteks ilmu dengan
ajaran agama dalam rangka meeningkatkan ilmuan itu sendiri sejajar dengan
orang-orang yang beriman pada derajat yang tinggi, sebagai pemegang alamat dan akan tetap memperoleh pahala.
Ilmu pengetahuan sekarang
menghadapi kenyataan kemiskinan yang
pada hakikatnya tidak dapat melepaskan
diri dari kaitannya dengan ilmu ekonomi karena karena kemiskinan
persoalan ekonomi yang paling elementer, dimana kekurangan menjurus pada
kematian. Tetapi di lain pihak ekonomi
sekarang berada pada puncak kegemilangan intelektual, banyak menggunakan
penilaian matematis yang merupakan usaha
yang amat makmur (AMIRICSN EKONOMIC ASSOSIATION). Dalam hal ini ekonomi perlu
menyajikan analisis yang relevan dalam
kehidupan sehari-hari dengan bermacam-macam kadar asumsinya, sebab, apabila bertentangan
dengan nilai-nilai atau etika yang hidup
dalam masyarakat dan model-model
yang di bangunnya tidak relevan, akan memberi kesan
sebagai suatu ilmu yang mengajarkan keserakahan, maka sebagai
penggantinya dapat disodorkan apa yang
disubut ekonomikaetik.[5][5]
B. TEKNOLOGI.
Dalam kepustakaan teknologi terdapat aneka
ragam pendapat yang menyatakan bahwa teknologi adalah transformasi (perubahan
bentuk) dari alam, teknologi adalah realitas/kenyataan yang diperoleh dari
dunia ide, teknologi dalam makna subjektif adalah keseluruhan peralatan dan
prosedur yang disempurnakan, sampai pernyataan bahwa teknologi adalah segala
hal, dan segala hal adalah teknologi.[6][6]
Istilah teknologi berasal dari
kata techne dan logia. Kata yunani kuno techne berarti seni kerajinan. Dari
techne kemudian lahirlah perkataan technikos yang berarti seseorang yang
memiliki keterampilan tertentu. Dengan berkembangnya keterampilan seseorang
yang menjadi semakin tetap karena menunjukkan suatu pola, langkah, dan metode
yang pasti, keterampilan itu lalu menjadi teknik.
Sampai pada permulaan abad XX
ini, istilah teknologi telah dipakai secara umum dan merangkum suatu rangkaian
sarana, proses, dan ide disamping alat-alat dan mesin-mesin. Perluasan arti itu
berjalan terus sampai pertengahan abad
ini muncul perumusan teknologi sebagai sarana atau aktifitas yang dengannya
manusia berusaha mengubah dan menangani lingkungan. Ini merupakan suatu
pengertian yang sangat luas karesna setiap sarana perlengkapan maupun kultural
tergolong suatu teknologi.
Teknologi dianggap sebagai
penerapan ilmu pengetahuan, dalam pengertian bahwa penerapan itu menuju pada
perbuatan atau perwujudan sesuatu. Kecenderungan ini pun mempunyai suatu akibat
dimana kalau teknologi dianggap sebagai penerapan ilmu pengetahuan, dalam
perwujudan tersebut maka dengan sendirinya setiap jenis teknologi/sebagian ilmu
pengetahuan dapat ada tanpa berpasangan dengan ilmu pengetahuan dan pengetahuan
tentang teknologi perlu disertai oleh pengetahuan akan ilmu pengetahuan yang
menjadi pasangannya.
Demikianlah teknologi adalah
segenap keterampilan manusia menggunakan sumber-sumber daya alam untuk
memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan. Secara lebih umum
dapatlah bahwa teknologi merupakan suatu sistem penggunaan berbagai sarana yang
tersedia untuk mencapai tujuan-tujuan praktis yang ditentukan.
David L. Sill, menyatakan bahwa problema lingkungan itu ada 5, yaitu:
1.
Prejude (purbasangka)
2.
Peace ( perdamaian)
3.
Population (penduduk)
4.
Poverty (kemiskinan)
5.
Pollution (pencemaran)
Persoalan purbasangka sering
membuat lingkungan tidak aman dan nyaman karena menimbulkan sikap iri,
kecemburuan sosial, memperlemah solidaritas, dan tentu menimbulkan berpikir
negative yang dapat mendorong perilaku destruktif. Sikap prejudice ini akan
mendorong pula perilaku anarki dan dapat menimbulkan peperangan, baik antara
kelompok masyarakat maupun bangsa, sehingga hilangnya perdamaian (peace).
Persoalan seperti ini dapat diperparah tatkala daya dukung ruang dan jasa tidak
sebanding dengan jumlah dan pertumbuhan penduduk, oleh karena persoalan
kependudukan (population) baik dalam kualitas, kuantitas, penyebaran dan
pertumbuhannya selalu menjadi perhatian Negara kita, karena setiappenambahan
jumlah penduduk membutuhkan kesempatan kerja dan usaha, membutuhkan peningkatan
layanan pendidikan dan kesehatandan sebagainya. Sementara ruang tidak
bertambah, bahkan lahan produksi (khususnya pertanian) tergusur untuk
kepentingan sarana lain yang membutuhkan untuk kepentingan penduduk itu
sendiri. Ketika daya dukung lingkungan (ruang dan jasa) tidak sepadan dengan
laju pertambahan penduduk, maka akibatnya akan menimbulkan kemiskinan.
Persoalan kemiskinan baik secara structural, karena kekurangan factor daya
dukung tadi apalagi kemiskinan mental karena factor individu, sering merupakan
siklus (benang kusut) yang menghadirkan dan mewariskan kemiskinan berikutnya,
dan jawaban terakhir dari pertanyaan mengapa seseorang miskin adalah karena orang
itu miskin. Masyarakat yang miskin karena penduduknya padat yang hidup dalam
ketegangan sosial akibat prejudice warganya, diperparah dengan lingkungan yang
kumuh, sanitasi tidak sehat, udara yang pengap, suara yang bising, airnya kotor
melengkapi problema sosian dan budaya yang diungkapkan oleh David L. Sill. Dan
kondisi seperti itu merupakan potert kehidupan di kota-kota (pinggiran kota)
besar di Indonesia, khususnya di pulau jawa.
Ada beberapa teori yang
berbeda untuk memulai darimana menyelesaikan problema sosial tersebut,
teori-teori tersebut adalah:
1.
Teori MODERNISASI: menganggap kualitas hidup manusia ditenttukan oleh karakter
mental psikologis dan sosial budayanya sendiri.
2.
Teori HUMAN CAPITAL (pengembangan SDM): memandang bahwa lingkungan sosial
tergantung penguasaan iptek warga masyarakat di samping mental, psikologis, dan
sosial budaya.
3.
Teori DEPENDENCY (ketergantungan): yang mengatakan bahwa ketergantungan
disebabkan eksploitasi pihak luar, oleh karena lingkungan sosial harus
dilakukan atas dasar kemampuan sendiri.
4.
Teori DETERMINISME GEOGRAFI: yang memandang bahwa kondisi lingkungan geografi
menentukan corak dan kualitas hidup masyarakat.
C. KEMISKINAN.
Stratifikasi sosial berasal
dari kiasan yang menggambarkan keadaan kehidupan masyarakat manusia pada
umunya. Menurut Petirin A. Sorokin,
bahwa stratifikasi soisal ( social stratification ) adalah perbedaan penduduk
atau masyarakat ke dalam kelas – kelas secara bertingkat ( secara hierarakis ).
Perwujudannya adalah adanya kela-kelas tinggi dan kelas yang lebih rendah.
Selanjutnya Sorokin menjelaskan bahwa dasar dan inti lapisan-lapisan dalam
masyarakat adalah karena tidak ada keseimbangan dalam pembagian hak-hak dan kewajiban-kewajiban,
kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab nilai-nilai sosial dan pengaruhnya
diantara anggota-anggota masyarakat. Lapisan-lapisan ini dalam masyarakat itu
ada sejak manusia mengenal kehidupan bersama dalam masyarakat. Mula-mula
lapisan-lapisan didasarkan pada pembedaan jenis kelamin, perbedaan antara
pemimpin dan yg dipimpin, pembagian kerja dan sebagainya. Semakin kompleks dan
majunya pengetahuan dan teknologi dalam masyarakat, maka system lapisan-lapisan
dalam masyarkat akan semakin kompleks pula.[7][7]
Dalam kehidupan masyarakat
biasanya selalu terdapat pebedaan status antara orang satu dengan yang lainnya.
Ada yang mempunyai status sosial yang tinggi dan ada pula yang mempunyai status
yang paling rendah dalam kehidupan masyarakatnya, sehingga kalau dilihat dari
bentuknya seakan-akan status manusia dalam masyarakat itu berlapis-lapis dari
atas ke bawah. Menurut konsep status sosial, bahwa di dalam sekelompok
masyarakat tertentu pasti didalamnya itu terdapat beberapa orang didalamnya itu
yang lebih dihormati dari pada yang lainnya. Status ekonomi, biasanya juga ada beberapa orang
yang memilki faktor ekonomi yang lebih tinggi dari pada yang lainnya, begitu
seterusnya bagi status-status lain yang berhubungan dengan kehidupan
masyarakat.
Menurut Soerjono Soekanto
(1982), selama dalam suatu masyarakat ada sesuatu yang dihargai, dan setiap
masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargai, maka hal itu akan menjadi bibit
yang dapat menumbuhkan adanya sistem yang berlapis-lapisan dalam masyarakat
itu. Barang sesuatu yang dihargai di dalam masyarakat itu mungkin berupa uang
atau benda-benda yang benilai ekonomis, mungkin juga berupa tanah, kekuasaan,
ilmu pengetahuan, kesalehan dalam beragama atau mungkin juga keturunan dari
keluarga terhormat. Hassan shadilymengatakan bahwa pada umumnya lapisan dalam
masayarakat menunjukkan:[8][8]
- keadaan senasib. Dengan paham ini kita mengenal lapisan yang terendah, yaitu lapisan pengemis, lapisan rakyat da sebagainya.
- persamaan batin ataupunkepandaian: lapisan terpelajar dan sebagainya.
Stratifikasi social tersebut merupakan pembedaan (diferensiasi) yang
berhubungan dengan pengertian perbedaan tingkat, dimana anggota-anggota
masyarakat berada di dalamnya.
Menurut Petirim A.
sorokin, bahwa sistem berlapis-lapis itu merupakan ciri yang tetap dan umum
dalam setiap masyarakat. Bagi siap saja yang memiliki sesuatu yang dihargai
atau dibanggakan dalam jumlah yang lebih dari pada yang lainnya, maka ia akan
dianggap mempunyai status yang lebih tinggi pula dalam masyarakat. Sebaliknya
bagi mereka yang hanya mempunyai kuantitas sesuatu yang dibanggakan lebih
sedikit, maka ia akan dianggap mempunyai status dalam masyarakat yang lebih
rendah. Bagi seseorang yang memilki status, baik yang rendah maupun yang
tinggi, sama-sama sifat yang kumulatif; artinya bagi mereka yang mempunyai
status ekonomi yang tinggi biasanya relatif mudah ia akan dapat menduduki
status-status yang lain, seperti status social, politik ataupun kehormatan
tertentu dalam masyarakat.[9][9] Begitu juga
bagi mereka yang sedikit mempunyai status atau mereka yang tidak memiliki
status sama sekali sesuatu yang dibanggakan, biasanya mereka akan cenderung
semakin sulit untuk dapat naik status, atau bahkan dapat dikatakan sebagai
seseorang yang miskin cenderung semakin menjadi-jadi kemiskinannya.
Pandangan dalam stratifikasi sosial biasanya lebih
cenderung terhadap kelas bawah, dalam hal ini ialah kemiskinan. Kemiskinan sering dipahami sebagai keadaan kekurangan
uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Kemiskinan dapat diartikan
sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi berbagai kebutuhan seperti pangan,
perumahan, pakaian, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Kemiskinan adalah
suatu kondisi yang dialami seseorang atau kelompok orang yang tidak mampu
menyelenggarakan hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi.
Menurut Suparlan (1995: xi)
kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah,
yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau golongan orang
dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam mayarakat yang
bersangkaut. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung tampak
pengaruhnya terhadap tingkat kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri
dari mereka yang tergolong sebagai orang miskin[10][10].
Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (1993: 3) menjelaskan kemiskinan adalah situasi serba kekurangan yang
terjadi bukan karena dikehendaki oleh si miskin, melainkan karena tidak dapat
dihindari dengan kekuatan yang ada padanya.[11][11] Pendapat lain dikemukakan oleh Ala dalam Setyawan (2001: 120) yang
menyatakan kemiskinan adalah adanya gap atau jurang antara nilai-nilai utama
yang diakumulasikan dengan pemenuhan kebutuhan akan nilai-nilai tersebut secara
layak.[12][12] Menurut Chambers dalam Ala
(1996:18), ada lima ketidakberuntungan yang melingkari kehidupan orang atau
keluarga miskin yaitu:
a.
kemiskinan (poverty);
b.
fisik yang lemah (physical weakness);
c.
kerentanan (vulnerability);
d.
keterisolasian (isolation);
e.
ketidakberdayaan (powerlessness).
Kelima hal tersebut merupakan kondisi nyata yang ada pada masyarakat miskin
di negara berkembang.
Kemiskinan menurut Kantor
Menteri Negara Kependudukan/ BKKBN (1996:10) adalah suatu keadaan dimana
seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri dengan taraf kehidupan yang
dimiliki dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun fisiknya untuk
memenuhi kebutuhannya. Miskin atau kurang sejahtera dalam pengertian
Pembangunan Keluarga Sejahtera diidentikkan dengan kondisi keluarga sebagai
berikut:
1.
Pra sejahtera, adalah keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan spiritual, pangan, sandang, papan,
kesehatan, dan keluarga berencana. Secara operasional mereka tampak dalam
ketidakmampuan untuk memenuhi salah satu indicator sebagai berikut:
a.
Menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya.
b.
Makan minimal 2 kali perhari;
c.
Pakaian lebih dari satu pasang;
d.
Sebagaian besar lantai rumahnya bukan dari tanah;
e.
Jika sakit dibawa kesaran kesehatan.
2.
Keluarga Sejahtera I, adalah keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial
dan psikologi, seperti kebutuhan pendidikan, interaksi dalam keluarga,
interaksi dengan lingkungan tempat tinggal dan transportasi. Secara operasional
mereka tidak mampu memenuhi salah satu indicator sebagai berikut:
a.
Menjalankan ibadah secara teratur;
b.
Minimal seminggu sekali makan daging/telur/ikan;
c.
Minimal memilki baju baru sekali setahun;
d.
Luas lantai rumah rata-rata 8 m2 peranggota keluarga;
e.
Tidak ada anggota keluarga yang berusia 10-60 tahun yang buta huruf latin;
f.
Semua anak berusia 7 sampai 15 tahun bersekolah;
g.
Salah satu anggota keluarga memilki penghasilan tetap;
h.
Dalam 3 bulan terakhir tidak sakit dan masih dapat melaksanakan fungsinya
dengan baik;
Diketahui pula bahwa keadaan yang serba kekurangan ini terjadi bukan
seluruhnya karena kehendak keluarga yang bersangkutan tetapi karena
keterbatasan-keterbatasan yang dimilki oleh keluarga sehingga telah membuat
mereka termasuk keluarga Pra sejahtera dan Sejatera I. keluarga Pra Sejahtera
dan sejahtera I itu dibagi atas dua kelompok, yaitu:
1.
Karena alasan ekonomi/keluarga miskin yaitu keluarga yang menurut kemampuan
ekonominya lemah dan miskin. Keluarga-keluarga semacam ini mempunyai sifat
seperti yang dalam indicator yang dikembangkan oleh BPS dan Bappenas, yaitu
keluarga yang secara ekonomis memang miskin dan belum bisa menyediakan
keperluan pokoknya dengan baik;
2.
Karena alasan non ekonomi yaitu keluarga yang kemiskinannya bukan karena pada
harta/uang atau kemampuan untuk mendukung ekonomi keluarganya tetapi miskin
kepeduliannya untuk mengubah hidupnya menjadi lebih sejahtera misalnya dalam
hal partisipasi pembangunan dan kesehatan dengan membiarkan rumahnya masih
berlantai tanah padahal sebenarnya ia mampu untuk memplester lantai rumahnya
atau kalau anaknya sakit tidak dibawa/diperiksa ke puskesmas.
BAB III
STUDY KASUS
Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan antara kelompok masyarakat
berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah serta
tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan
merupakan dua masalah besar dibanyak negara berkembang, tidak terkecuali
Indonesia.
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan
kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan
dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan
masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan
komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif,
dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya meliputi: Pertama,
gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan
sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti
ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
Kedua, gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial,
ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal
ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan
dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah masalah politik dan moral, dan
tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
Ketiga, gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna
"memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian bagian politik
dan ekonomi di seluruh dunia.
Penyebab
Kemiskinan
·
Penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat
dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin. Namun lebih tepatnya
terletak pada perbedaan kualitas sumber daya manusia dan perbedaan akses modal.
·
Penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan
keluarga.
·
Penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan
kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
·
Penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang
lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi. Karena ciri dan keadaan
masyarakat dalam suatu daerah sangat beragam (berbeda) ditambah dengan kemajuan
ekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang masih rendah.
·
Penyebab struktural, yang membserikan alasan bahwa kemiskinan merupakan
hasil dari struktur social dan kebijakan pemerintah. Kebijakan dalam negeri
seringkali dipengaruhi oleh kebijakan luar negeri atau internasional antara
lain dari segi pendanaan. Dan yang paling penting adalah Ketidakmerataannya
Distribusi Pendapatan yang dilaksanakan oleh pemerintah.
Ukuran
Kemiskinan
1.
Kemiskinan Absolut
Konsep kemiskinan pada umumnya selalu dikaitkan dengan pendapatan dan
kebutuhan, kebutuhan tersebut hanya terbatas pada kebutuhan pokok atau
kebutuhan dasar ( basic need ).
Kemiskinan dapat digolongkan dua bagian yaitu :
a.Kemiskinan untuk memenuhi bebutuhan dasar.
b.Kemiskinan untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi.
2.
Kemiskinan Relatif
Menurut Kincaid ( 1975 ) semakin besar ketimpang antara tingkat hidup orang
kaya dan miskin maka semakin besar jumlah penduduk yang selalu miskin. Yakni
dengan melihat hubungan antara populasi terhadap distribusi pendapatan.
Upaya
Pemerintah Indonesia Dalam Mengurangi Kemiskinan
Dalam sisitem kapitalistik yang berlaku di Indonesia, penetapan pajak
pendapatan/penghasilan merupakan solusi untuk mengurangi terjadinya
ketimpangan. Dengan mengurangi pendapatan penduduk yang pendapatannya tinggi,
sebaliknya subsidi akan membantu penduduk yang pendapatannya rendah, asalkan
tidak salah sasaran dalam pemberiannya. Pajak yang telah dipungut apalagi
menggunakan sistem tarif progresif (semakin tinggi pendapatan, semakin tinggi
prosentase tarifnya), oleh pemerintah digunakan untuk membiayai roda
pemerintahan, subsidi dan proyek pembangunan. Namun kenyataanya tidaklah
demikian. Pajak tidak hanya dibebankan pada orang kaya tetapi semua komponen
masyarakat tanpa pandang kaya atau miskin semua dikenai pajak. Inilah yang
menyebabkan permasalahan kemiskinan tak kunjung selesai.
Seperti inilah sistem atau cara pengenaan pajak kepada para wajib pajak
yang terjadi dalam sistem kapitalis di Indonesia saat ini;
1.
Pajak progresif atau progressive tax Yaitu pajak yang dikenakan semakin berat
kepada mereka yang berpendapatan semakin tinggi. Contoh : pajak pendapatan,
pajak rumah tangga dan sebagainya
2.
Pajak degresif atau degressive tax Yaitu
pajak yang dikenakan semakin berat kepada mereka yang pendapatannya semakin
kecil. Contoh : pajak penjualan, pajak tontonan dan sebagainya.
3.
Pajak proposional atau proposional tax Yaitu pajak yang dikenakan berdasarkan
pembebanan (persentase) yang sama terhadap semua tingkat pendapatan.
Secara lebih rinci langkah-langkah yang dilakukan pemerintah untuk
mengatasi masalah kemiskinan di tahun 2012 adalah sebagai berikut :
·
Pembangunan Sektor Pertanian Sektor pertanian memiliki peranan penting di
dalam pembangunan karena sektor tersebut memberikan kontribusi yang sangat
besar bagi pendapatan masayrakat dipedesaan berarti akan mengurangi jumlah
masyarakat miskin. Terutama sekali teknologi disektor pertanian. Menyoroti
potensi pesatnya pertumbuhan dalam sektor pertanian yang dibuka dengan kemajuan
teknologi sehingga menjadi leading sector(rural – led development) proses
ini akan mendukung pertumbuhan seimbang dengan syarat, kemampuan mencapai
tingkat pertumbuhan output pertanian yang tinggi serta dengan menciptakan pola
permintaan yang kondusif pada pertumbuhan. Berdasarkan hasil pengembangan
teknologi dalam bidang pertanian, ada banyak cara ataupun metode dalam
mengembangkan pertanian masyarakat pedesaan, contoh kecilnya yaitu metode
memperbanyak bibit unggul melalui kultur
jaringan. Sedangkan dalam menangani hama pertanian ialah pembudidayaan
tanaman anti hama yang telah direkayasa gen nya dengan teknologi radiasi sinar- X, dan masih banyak lagi.
·
Pembangunan Sumber Daya manusia Sumberdaya manusia merupakan investasi
insani yang memerlukan biaya yang cukup besar, diperlukan untuk mengurangi
kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyrakat secara umum, maka dari itu
peningkatan lembaga pendidikan, kesehatan dan gizi merupakan langka yang baik
untuk diterapkan oleh pemerintah. Bila dikaitkan pada sektor pertanian, akan
lebih berkembang jika kebijakan pemerintah bisa menitikberatkan pada transfer
sumber daya dari pertanian ke industri melalui mekanisme pasar. Dalam hal ini
tentu sangat diharapkan pula dengan kemajuan masyarakat dalam memahami
teknologi mampu mengembangkan teknologi yang telah ada.
·
Peranan Lembaga Swadaya Masyarakat Mengingat LSM memiliki fleksibilitas
yang baik dilingkungan masyarakat sehingga mampu memahami komunitas masyarakat
dalam menerapkan rancangan dan program pengentasan kemiskinan. Penyuluhan
lingkungan untuk menghindari praktek distribusi yang menggunakan barang-barang
yang merusak masyarakat. Misalnya, minuman keras, obat terlarang, dan
pembajakan, lantaran dalam Islam distribusi tidak hanya didasarkan optimalisasi
dampak barang tersebut terhadap kemampuan orang. Tapi, pengaruh barang tersebut
terhadap prilaku masyarakat yang mengkonsumsinya.
·
Redistribusi Pendapatan secara lebih baik Negara akan ikut bertanggungjawab
terhadap mekanisme distribusi dengan mengedepankan kepentingan umum daripada
kepentingan kelompok, atau golongan lebih-lebih kepentingan perorangan. Dengan
demikian, sektor publik yang digunakan untuk kemaslahatan umat jangan sampai
jatuh ke tangan orang yang mempunyai visi kepentingan kelompok, golongan dan
kepentingan pribadi.
·
Pembangunan Infrastruktur Negara akan menyediakan fasilitas-fasilitas
publik yang berhubungan dengan masalah optimalisasi distribusi pendapatan.
Seperti sekolah, rumah sakit, lapangan kerja, perumahan, jalan, jembatan dan
lain sebagainya. Dalam masalah pembangunan juga sangat diperlukan peran penting
teknologi dalam mewujudkannya.
Namun terdapat 5 (lima) permasalahan dalam pengentasan kemiskinan yaitu:
1.
Lemahnya instusi pengelola program pengentasan kemiskinan.
2.
Kebijakan penggunaan data basis keluarga miskin belum secara operasional
dipergunakan sebagai intervensi program pengentasan kemiskinan.
3.
Belum ada mekanisme dan sistem pencatatan dan pelaporan program pengentasan
kemiskinan.
4.
Dukungan anggaran operasional pengentasan kemiskinan yang masih terbatas.
Harus ada sinergisitas antara program pengentasan kemiskinan yang
diprogramkan oleh pemerintah pusat dengan pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota. Selama ini program pengentasan kemiskinan oleh pemerintah pusat
tidak maksimal diterapkan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota, karena tidak disiapkannya infrastruktur pendukung untuk program
tersebut.
Dalam sistem kapitalistik yang berlaku di Indonesia, penetapan pajak
pendapatan/penghasilan merupakan solusi untuk mengurangi terjadinya ketimpangan.
Dengan mengurangi pendapatan penduduk yang pendapatannya tinggi, sebaliknya
subsidi akan membantu penduduk yang pendapatannya rendah, asalkan tidak salah
sasaran dalam pemberiannya. Pajak yang telah dipungut apalagi menggunakan
sistem tarif progresif (semakin tinggi pendapatan, semakin tinggi prosentase
tarifnya), oleh pemerintah digunakan untuk membiayai roda pemerintahan, subsidi
dan proyek pembangunan.
Tetapi dari beberapa upaya yang telah disampaikan diatas ada satu point
yang belum tercapai di negeri ini dan cukup berpotensi dalam mengentaskan
kemiskinan dan bahkan dinilai mampu memajukan sebuah negara, tidaklah lain
ialah pembangunan Pembangkit listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Dikalangan ilmuwan
PLTN kerap dinilai sebuah loncatan jauh kedepan bagi negara yang
menyelenggarakannya, karena PLTN adalah sebuah pusat energy yang cukup murah
dan menghasilkan energy dalam jumlah yang sangat besar. Namun disisi lain
membutuhkan control yang sangat ketat dan pengawasan serta perhitungan yang
benar – benar matang dalam penyelenggaraannya. Oleh sebab itulah pembangunan
PLTN dinilai memilki pandangan dua arah yaitu, pandangan kebijakan meliputi;
penyediaan sumber energy tak terbatas bagi negara, tolak ukur sebagai negara
maju yang tidak lain berakibat akan mengurangi kemiskinan semata. Sedangkan
pandangan yang kedua adalah pandangan dari masyarakat luas, dimana masyarakat
memandang PLTN adalah sebuah pembangunan yang diibaratkan bom waktu. Karena
bisa saja sekali waktu berakibat fatal seperti yang terjadi di beberapa tempat
di negara yang memilki PLTN, contoh kecil PLTN fukushima di jepang dan PLTN
Chernobyl. Namun dalam penilaian masyarakat ini tidaklah seluruhnya benar,
apalagi penialaian masyarakat tidak didukung
dengan data yang akurat mengenai penyebab terjadinya kecelakaan yang
terjadi pada PLTN tersebut. Kebanyakan masyarakat hanya menilai akibat dari
kecelakaan semata. Padahal jika dilihat dari segi perhitungan secara matematis
dengan data yang ada, maka akan terlihat banyak negara yang menggunakannya dengan
syarat tingkat keamanan ataupun tingkat keselamatan yang harus diutamakan
selain itu yang tidak boleh dilupakan adalah manfaat dari nuklir sendiri.
Manfaat dari nuklir ini sangatlah luas karena tidak hanya melibatkan satu
bidang saja, melainkan melibatkan hampir keseluruhan bidang, mulai dari bidang
ekonomi, politik, pertahanan, pendidikan, dan masih banyak lagi. Dari sinilah
diharapkan bagaimana untuk kedepannya PLTN di Indonesia bisa dibangun dengan
tujuan salah satunya agar masalah kemiskinan di Indonesia bisa teratasi.
BAB IV
PENUTUP
A. Analisa.
Kemiskinan yang terjadi di
negeri ini disebabkan oleh berbagai macam faktor : antara lain ; kemalasan
individu dalam memperbaiki tingkat kesejahteraan, kurangnya akses terhadap ilmu
pengetahuan, kurangnya bantuan pemerintah dalam mengadakan lembaga-lembaga
pendidikan di daerah pedesaan, kurangnya produksi dalam bidang pertanian dan
peternakan, serta yang belum adanya sumber energy yang tepat dalam menangani
kebutuhan energy dalam negeri seperti PLTN.
B. Solusi.
Kemiskinan di negeri ini hanya
bisa diatasi dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam hal ini ada dua segi
yaitu dari pemerintah dan masyarakat. Dari segi pemerintah yaitu; pemerintah
sepenuhnya menangani bidang produksi pertanian dan peternakan, pemerintah
memperbanyak atau meningkatkan mutu dalam pemberdayaan sumber daya manusia
(SDA), pemerintah membangun Infrastruktur dengan teknologi yang mampu memangkas
biaya pegeluaran negara, pemerintah segera membangun sumber energy nuklir
(PLTN). Sedangkan dari segi masyarakat; masyarakat agar peduli dengan
pendidikan dengan memperhatikan lembaga swadaya masyarakat dalam meningkatkan
Sumber Daya Manusia (SDA), masyarakat diharapkan meningkatkan produksi
pertaniannya dengan basis teknologi yang dianjurkan oleh pemerintah, serta
memperhatikan penuh dalam penyelenggaraan perencanaan PLTN.
C. Kesimpulan.
IPTEK adalah kunci dalam
menangani masalah kemiskinan di negara ini, untuk itu pemerintah sangat
diharapkan dalam membangun berbagai bidang dengan basis teknologi. Teknologi
ini dalam bidang pertanian misalnya mampu mensejahterakan masyarakat pedesaan
dan ini barulah contoh kecil dari teknolgi bidang pertanian, belum lagi
teknologi dalam bidang lain. Nuklir juga
salah satu teknologi yang patut diperjuangkan dalam pembangunan, nuklir adalah
sebuah kebangkitan besar dalam berbagai bidang termasuk kemiskinan jika dalam
sebuah negara mampu membangunnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdulsyani. . Sosiologi,
skematika, teori, dan terapan. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Ace,
Partadireja. (1981). Ekonomik Etik, pada
pengukuran Guru Besar Ekonomi
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Goode, J William. (2007). Sosiologi
keluarga. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Narwoko, J. dwi dan Bagong Suyanto. (2007). Sosiologi : teks pengantar dan
terapan. Jakarta : Kencana.
Rosyidi, Suherman.(2006).Pengantar Teori Ekonomi.Jakarta:PT Raja
Grafindo
Persada.
Ritzer, George. .
sosiologi ilmu pengetahuan berparadigma
ganda. Jakarta : rajawali pers.
Winengan. (2007). Pemberdayaan ekonomi umat
islam. Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 4, No. 1,
Desember 2007: 29-41. Mataram:
0 Komentar